Bendera One Piece Jadi Simbol Protes Mahasiswa Indonesia, Prabowo Janji Tak Ada Razia
Kabarsuarakyat - Di tengah hiruk-pikuk kampus-kampus di seluruh Indonesia, sebuah simbol tak terduga muncul sebagai panji perlawanan: bendera Jolly Roger dari serial anime legendaris One Piece. Bendera hitam dengan tengkorak ber topi jerami itu kini berkibar di atas kerumunan mahasiswa yang memprotes kebijakan pemerintah terkait pendidikan dan hak asasi manusia. Apa yang dimulai sebagai gerakan kecil di Universitas Indonesia kini menyebar seperti api di rumput kering, menarik perhatian nasional dan bahkan internasional. Presiden Prabowo Subianto, dalam respons cepatnya, berjanji tidak akan ada razia atau tindakan represif terhadap para demonstran, sebuah langkah yang disambut campur aduk oleh publik.
Cerita ini bermula dari akhir Juli lalu, ketika sekelompok mahasiswa di Jakarta mulai merasa gerah dengan kenaikan biaya kuliah dan pembatasan kebebasan berekspresi di kampus. Mereka bukan sekadar protes biasa; mereka ingin sesuatu yang segar, yang bisa menyatukan generasi muda tanpa terjebak dalam simbol-simbol politik konvensional. Masuklah One Piece, manga dan anime karya Eiichiro Oda yang telah menjadi fenomena global sejak 1997. Serial ini menceritakan petualangan Monkey D. Luffy dan kru bajak lautnya dalam mencari harta karun legendaris "One Piece", sambil melawan tirani dan memperjuangkan kebebasan. Bagi mahasiswa Indonesia, Luffy mewakili semangat pemberontakan yang polos tapi gigih – "Saya akan menjadi Raja Bajak Laut!" – sebuah teriakan yang kini bergema di jalanan.
"Saya ingat pertama kali melihat bendera itu di demo kecil di UI," kata Rina, seorang mahasiswa semester akhir jurusan Hukum yang ikut serta dalam aksi. "Kami bosan dengan spanduk merah-putih yang sudah usang. One Piece? Itu keren, itu relatable. Luffy nggak pernah menyerah meski dihadang angkatan laut yang kuat. Kami juga begitu, melawan sistem yang terasa seperti pemerintahan dunia di cerita itu." Rina, seperti banyak rekannya, tumbuh besar dengan menonton anime ini di televisi lokal atau streaming online. Di Indonesia, One Piece bukan sekadar hiburan; ia adalah budaya pop yang menyatukan jutaan penggemar, dari anak muda di kota besar hingga desa terpencil.
Protes ini meledak pada 5 Agustus, ketika ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya turun ke jalan. Mereka mengenakan kostum ala kru Straw Hat, membawa poster dengan kutipan seperti "Nakama adalah Kekuatan" (teman adalah kekuatan) dan "Hancurkan Celestial Dragon" – referensi ke kelas elit korup di dunia One Piece yang mereka samakan dengan oligarki di Indonesia. Bendera Jolly Roger dikibarkan tinggi, disertai lagu tema anime yang diputar lewat speaker portabel. Tak heran jika aksi ini menjadi viral di media sosial. Hashtag #OnePieceProtes mendominasi Twitter dan TikTok, dengan video-video demo yang diedit ala opening One Piece, lengkap dengan efek visual petualangan laut.
Tapi, di balik keseruan itu, ada isu serius yang mereka angkat. Mahasiswa menuntut reformasi pendidikan: penghapusan UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang melonjak, peningkatan beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu, dan kebebasan akademik tanpa ancaman dari aparat. Mereka juga protes terhadap dugaan korupsi di sektor pendidikan, seperti alokasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang tak transparan. "Ini bukan soal anime doang," tegas Arif, koordinator aksi dari Universitas Gadjah Mada. "One Piece mengajarkan tentang mimpi dan keadilan. Kami ingin pemerintah mendengar mimpi kami, bukan menindasnya."
Respons pemerintah datang cepat. Pada konferensi pers di Istana Negara kemarin, Presiden Prabowo Subianto menyatakan sikapnya. "Saya menghargai semangat anak muda. Mereka adalah masa depan bangsa. Tidak akan ada razia, tidak ada kekerasan. Mari kita dialog," ujar Prabowo dengan nada tegas tapi paternalis. Janji ini disambut sorak-sorai dari sebagian demonstran, tapi juga skeptisisme dari yang lain. Prabowo, yang dikenal dengan latar belakang militer, pernah dikritik karena pendekatan keras terhadap protes di masa lalu. Namun, di era kepemimpinannya sejak 2024, ia berusaha membangun citra sebagai pemimpin yang inklusif, terutama terhadap generasi Z dan milenial yang mendominasi pemilih muda.
Analis politik seperti Dr. Siti Nurhaliza dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat ini sebagai evolusi dalam dinamika protes di Indonesia. "Simbol pop culture seperti One Piece membuat gerakan ini lebih accessible dan kurang mengintimidasi. Ini bukan lagi protes ala 1998 yang penuh darah; ini protes kreatif yang bisa menarik simpati luas," katanya dalam wawancara eksklusif. Nurhaliza menambahkan bahwa janji Prabowo bisa jadi strategi untuk meredam eskalasi, mengingat Indonesia sedang mempersiapkan event internasional seperti ASEAN Summit akhir tahun ini. "Jika razia dilakukan, itu bisa memicu backlash global, apalagi dengan elemen anime yang punya fanbase dunia."
Namun, tidak semua pihak setuju. Beberapa tokoh konservatif mengkritik penggunaan simbol asing seperti One Piece, menyebutnya sebagai pengaruh budaya Barat yang merusak nilai-nilai nasional. "Kita punya Garuda, kenapa pakai tengkorak bajak laut?" komentar seorang anggota DPR dari fraksi oposisi. Di sisi lain, komunitas anime Indonesia justru bangga. Forum seperti Indonesia Anime Lovers di Facebook ramai dengan dukungan: "One Piece bukan cuma cerita, tapi inspirasi perjuangan!"
Sejauh ini, protes berjalan damai. Polisi terlihat menjaga dari kejauhan, tanpa intervensi langsung. Mahasiswa berencana melanjutkan aksi dengan "One Piece Rally" besok di Monas, di mana mereka akan membacakan deklarasi tuntutan sambil menonton episode favorit secara massal. Apakah ini akan berujung pada perubahan nyata? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, bendera Jolly Roger telah membuka babak baru dalam sejarah aktivisme Indonesia – babak yang penuh warna, petualangan, dan harapan.
Untuk pembaca yang ingin terlibat, ikuti perkembangan melalui hashtag #OnePieceIndonesia. Mari kita lihat apakah semangat Luffy bisa mengubah arah angin di negeri ini.
