Geger Makassar! Gedung DPRD Hangus Dibakar Massa Demo: 2 Korban Tewas Lompat dari Lantai 4, Pejabat Panik Dievakuasi
Semuanya bermula dari aksi unjuk rasa yang digelar sejak pagi hari oleh kelompok buruh dan mahasiswa yang menuntut reformasi kebijakan tenaga kerja di wilayah Makassar. Para demonstran, yang mayoritas berasal dari serikat pekerja pelabuhan dan kampus-kampus lokal, mengecam kebijakan baru pemerintah daerah yang dianggap merugikan hak-hak buruh, termasuk pemotongan upah dan kurangnya perlindungan sosial. "Kami sudah capek dengan janji-janji kosong. DPRD ini seperti benteng yang melindungi kepentingan elite, bukan rakyat biasa," ujar salah seorang koordinator aksi, yang enggan disebut namanya, saat ditemui di lokasi sebelum situasi memanas.
Awalnya, demonstrasi berjalan damai. Massa berkumpul di depan gedung DPRD di Jalan Urip Sumoharjo, membawa spanduk bertuliskan slogan-slogan seperti "Reformasi Buruh Sekarang!" dan "Hentikan Eksploitasi!". Mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan berorasi bergantian, sambil menunggu perwakilan DPRD turun untuk berdialog. Namun, ketegangan mulai meningkat sekitar pukul 15.00 WITA, ketika pintu gerbang gedung tetap tertutup rapat dan tidak ada satu pun wakil rakyat yang muncul. Beberapa demonstran mulai melempar batu dan botol air mineral ke arah pagar, sementara polisi antihuru-hara berusaha menahan laju massa dengan tameng dan gas air mata.
Situasi benar-benar lepas kendali menjelang maghrib. Sebagian demonstran, yang diduga diprovokasi oleh oknum tak dikenal, mulai membakar ban-ban bekas di depan gedung. Api cepat menjalar ketika angin kencang dari arah pelabuhan meniupkan kobaran ke arah pintu masuk. Dalam hitungan menit, api melahap bagian depan gedung, merambat ke lantai-lantai atas melalui jendela yang pecah. Asap hitam pekat mengepul tinggi, membuat langit Makassar yang biasanya cerah menjadi gelap gulita. Saksi mata di sekitar lokasi menggambarkan pemandangan mencekam: jeritan ketakutan bergema dari dalam gedung, sementara massa di luar terus berteriak slogan sambil menghindari semprotan air dari mobil pemadam kebakaran yang datang terlambat.
Di tengah kepanikan itu, tragedi paling menyedihkan terjadi. Dua staf administrasi gedung, yang terjebak di lantai empat, memilih melompat dari jendela untuk menghindari api yang semakin ganas. Mereka mendarat di trotoar di bawah, mengalami luka parah yang akhirnya merenggut nyawa mereka di tempat. Identitas korban belum dirilis secara resmi oleh pihak berwenang, tapi keluarga mereka sudah diberitahu dan sedang dalam proses identifikasi di Rumah Sakit Umum Daerah Makassar. "Saya melihatnya sendiri, seperti mimpi buruk. Mereka berteriak minta tolong, tapi api terlalu cepat," cerita seorang pedagang kaki lima yang berlindung di belakang mobilnya.
Sementara itu, evakuasi pejabat DPRD menjadi prioritas utama bagi tim penyelamat. Sekitar 50 anggota dewan dan staf berhasil dievakuasi melalui pintu belakang dan atap gedung menggunakan tangga darurat. Beberapa di antaranya terlihat panik, dengan pakaian compang-camping dan wajah pucat pasi. Ketua DPRD Makassar, yang sempat memberikan pernyataan singkat usai evakuasi, mengutuk keras aksi pembakaran ini. "Ini bukan cara menyampaikan aspirasi. Kami siap berdialog, tapi kekerasan seperti ini hanya akan merugikan semua pihak," katanya dengan suara gemetar. Polisi telah menangkap 15 orang yang diduga sebagai provokator, dan penyelidikan sedang dilakukan untuk mengungkap apakah ada unsur sabotase dari kelompok eksternal.
Dampak dari insiden ini tak hanya fisik. Gedung DPRD yang dibangun pada era 1990-an itu kini tinggal puing-puing hitam, dengan kerusakan struktural yang membuatnya harus dibangun ulang dari nol. Estimasi awal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah memperkirakan kerugian mencapai Rp 50 miliar, belum termasuk dokumen-dokumen penting yang hangus terbakar. Aktivitas pemerintahan sementara dialihkan ke gedung sementara di kawasan pusat kota, sementara lalu lintas di sekitar Jalan Urip Sumoharjo masih ditutup untuk proses pembersihan dan investigasi.
Di balik tragedi ini, ada pelajaran berharga tentang bagaimana ketidakpuasan sosial bisa meledak menjadi kekacauan. Para pengamat politik lokal menilai bahwa kejadian ini adalah puncak dari akumulasi masalah yang tak terselesaikan, seperti ketimpangan ekonomi pasca-pandemi dan kurangnya saluran aspirasi bagi kelompok marginal. "Pemerintah harus lebih proaktif mendengar suara rakyat sebelum terlambat. Dialog bukan sekadar janji, tapi aksi nyata," komentar seorang analis dari Universitas Hasanuddin.
Hingga pagi ini, situasi di Makassar mulai kondusif dengan penjagaan ketat dari aparat keamanan. Massa demonstran telah bubar, tapi ancaman aksi lanjutan masih menggantung. Pihak berwenang berjanji akan menyelidiki secara transparan dan memberikan keadilan bagi korban. Bagi warga Makassar, kejadian kemarin adalah pengingat bahwa perubahan harus datang dari kolaborasi, bukan dari api yang membara. Kami akan terus memantau perkembangan terbaru dari lapangan.
