Demo DPR Memanas di Akhir Agustus 2025: Ojol Tewas, Ratusan Ditangkap, Massa Bertahan Hingga Pagi!
Awal mula demonstrasi ini bisa ditelusuri kembali ke pekan lalu, ketika Komisi II DPR mengumumkan rencana revisi UU Pemilu yang dianggap oleh kelompok oposisi sebagai upaya untuk memperpanjang masa jabatan pejabat tertentu. Kelompok mahasiswa, buruh, dan aktivis hak asasi manusia dari berbagai daerah berkumpul di depan gedung DPR sejak pukul 09.00 WIB. Mereka membawa spanduk bertuliskan slogan seperti "Tolak Revisi Pemilu, Selamatkan Demokrasi!" dan "Rakyat Bukan Boneka Politik". Awalnya, aksi berjalan tertib dengan orasi bergantian dari perwakilan organisasi, termasuk dari Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) dan Serikat Buruh Sejahtera (SBS).
Namun, situasi mulai memanas sekitar pukul 14.00 WIB ketika sekelompok demonstran mencoba mendekati pagar pembatas gedung DPR. Aparat kepolisian yang berjaga, didukung oleh pasukan Brimob, merespons dengan tembakan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan massa. "Kami hanya ingin suara kami didengar, tapi malah disambut dengan kekerasan," kata Andi, seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang ikut dalam aksi tersebut, saat ditemui di lokasi kejadian. Bentrokan pun tak terhindarkan: batu dan botol air mineral beterbangan dari pihak demonstran, sementara polisi melancarkan tembakan karet dan penyemprotan air bertekanan tinggi.
Tragedi paling memilukan terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, ketika seorang ojol bernama Budi Santoso, 32 tahun, yang sedang mengantar pesanan makanan ke area sekitar demo, terjebak di tengah kerumunan. Saksi mata melaporkan bahwa Budi terjatuh dari motornya setelah terkena proyektil gas air mata, dan kemudian tertabrak oleh kendaraan polisi yang sedang mundur dari posisi. "Dia cuma lagi cari nafkah, bukan bagian dari demo. Tapi nasibnya berakhir di sini," ujar rekan sesama ojol yang menyaksikan insiden itu. Budi dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo setelah upaya resusitasi gagal. Keluarganya, yang tinggal di pinggiran Jakarta, kini menuntut keadilan dan kompensasi dari pemerintah.
Malam semakin larut, tapi semangat demonstran tak surut. Sekitar 5.000 orang memilih bertahan di Jalan Gatot Subroto, membangun barikade darurat dari ban bekas dan kardus. Mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan berbagi makanan yang dibawa dari rumah. "Kami tidak akan pulang sebelum tuntutan kami dipenuhi," tegas Rina, koordinator aksi dari SBS. Sementara itu, polisi terus melakukan penangkapan secara sporadis. Hingga pukul 02.00 WIB dini hari, setidaknya 250 orang ditangkap dengan tuduhan perusakan fasilitas umum dan penyerangan terhadap petugas. Beberapa di antaranya adalah pemimpin aksi yang dituduh memprovokasi kekerasan.
Latar belakang demo ini tak lepas dari isu politik nasional yang sedang bergolak. Revisi UU Pemilu yang dibahas DPR dianggap oleh kritikus sebagai langkah mundur dari prinsip demokrasi, karena memungkinkan penundaan pemilu di daerah tertentu dengan alasan keamanan. Presiden Joko Widodo, dalam konferensi pers singkat di Istana Negara, menyatakan keprihatinannya atas insiden tersebut. "Saya meminta semua pihak menahan diri dan menyelesaikan masalah melalui dialog. Kekerasan bukan solusi," katanya. Namun, oposisi menilai pernyataan itu terlalu lunak dan menuntut pembentukan tim investigasi independen untuk menyelidiki kematian Budi dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat.
Dampak dari demo ini meluas ke berbagai sektor. Lalu lintas di kawasan Senayan lumpuh total, menyebabkan kemacetan parah hingga radius 5 kilometer. Beberapa toko dan warung di sekitar lokasi tutup lebih awal, khawatir menjadi sasaran amukan massa. Di media sosial, tagar #DemoDPR2025 dan #JusticeForBudi menjadi trending topic, dengan ribuan netizen membagikan video bentrokan dan cerita pribadi. Organisasi hak asasi seperti Komnas HAM telah menyatakan akan turun tangan untuk memantau perkembangan kasus.
Hingga pagi ini, 30 Agustus 2025, situasi di depan DPR mulai mereda dengan sebagian besar demonstran membubarkan diri secara sukarela. Namun, janji dari kelompok aksi untuk melanjutkan unjuk rasa besok membuat ketegangan belum sepenuhnya hilang. Kejadian ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa suara rakyat harus didengar, bukan ditekan. Apakah dialog akan terwujud, atau justru memicu gelombang protes yang lebih besar? Kita tunggu saja perkembangannya.
