Anak Muda Indonesia Terjebak Lingkaran Judol dan Pinjol: Dampak Buruk terhadap Kesehatan Mental
Kabarsuarakyat - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan digital yang semakin cepat, ribuan anak muda Indonesia menemukan diri mereka terperangkap dalam pusaran yang tak terlihat: judi online alias judol dan pinjaman online atau pinjol. Apa yang dimulai sebagai pencarian hiburan cepat atau solusi keuangan instan, seringkali berakhir dengan luka batin yang dalam. Bayangkan seorang mahasiswa semester akhir di Jakarta, yang awalnya iseng mencoba taruhan kecil di aplikasi judol untuk mengisi waktu luang, kini bergulat dengan kecemasan parah karena utang menumpuk dari pinjol yang ia ambil untuk menutupi kekalahan. Kisah seperti ini bukan fiksi, melainkan realitas yang semakin marak di kalangan generasi Z dan milenial kita.
Fenomena ini bukan sekadar masalah keuangan; ia menyentuh akar kesehatan jiwa. Judol, dengan janji kemenangan instan dan adrenalin yang memabukkan, seringkali memicu kecanduan serupa narkoba. Para psikolog menyebutnya sebagai "dopamin rush" yang membuat otak terus-menerus mencari sensasi itu lagi, meski tahu risikonya tinggi. Sementara pinjol, dengan proses pinjam yang mudah tapi bunga selangit, menjerat korban dalam siklus utang berputar. Hasilnya? Stres kronis yang melahirkan gejala seperti insomnia, depresi, hingga pikiran bunuh diri. Di kota-kota besar seperti Surabaya atau Bandung, cerita anak muda yang drop out kuliah karena malu atas kegagalan finansial akibat judol-pinjol combo ini semakin sering terdengar.
Mengapa anak muda begitu rentan? Jawabannya ada di genggaman mereka: smartphone. Akses mudah ke aplikasi judol yang menyamar sebagai game biasa, ditambah iklan pinjol yang membombardir media sosial dengan slogan "pinjam sekarang, bayar nanti", membuat jebakan ini terasa seperti teman dekat. Tambah lagi tekanan hidup di era pasca-pandemi: biaya hidup naik, pekerjaan sulit, dan gaya hidup sosial media yang menuntut kemewahan instan. Seorang pemuda di Yogyakarta, misalnya, mungkin memulai judol untuk "coba-coba" setelah melihat teman memposting kemenangan palsu, lalu terjebak pinjol saat kehabisan dana. Lingkaran setan ini tak hanya merusak dompet, tapi juga jiwa: rasa percaya diri hancur, hubungan dengan keluarga retak, dan isolasi sosial menjadi teman sehari-hari.
Dampaknya terhadap kesehatan mental tak bisa diremehkan. Banyak yang mengalami gangguan kecemasan generalisata, di mana setiap notifikasi ponsel memicu ketakutan tagihan jatuh tempo. Yang lebih parah, beberapa kasus berujung pada tindakan nekat, meninggalkan keluarga dalam duka. Namun, ada cahaya di ujung terowongan. Para ahli menyarankan langkah pencegahan sederhana: edukasi dini di sekolah tentang risiko judol dan pinjol, dukungan keluarga melalui obrolan terbuka, serta mencari bantuan profesional seperti konselor atau hotline kesehatan jiwa. Pemerintah pun mulai bergerak dengan regulasi lebih ketat terhadap platform ini, meski tantangan masih besar.
Bagi anak muda Indonesia, pesan ini jelas: jangan biarkan judol dan pinjol mencuri masa depanmu. Mulailah dengan mengenali tanda-tanda kecanduan, seperti sering berbohong soal uang atau menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar untuk taruhan. Ingat, kesehatan mental adalah aset terbesar—jauh lebih berharga daripada kemenangan sementara. Mari kita putus lingkaran ini, satu langkah pada satu waktu, demi generasi yang lebih kuat dan bahagia.
