Ricuh Hebat! Massa Demo 'Bubarkan DPR' Bakar Motor dan Bentrok dengan Polisi, Lalu Lintas Jakarta Lumpuh Total
Peristiwa ini berawal dari kekecewaan mendalam masyarakat terhadap kebijakan terbaru DPR yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat. Para demonstran, yang mayoritas terdiri dari mahasiswa, buruh, dan aktivis sosial, berkumpul sejak pagi hari di sekitar kawasan Senayan. Mereka membawa spanduk bertuliskan slogan-slogan tajam seperti "Bubarkan DPR yang Rakus!" dan "Rakyat Menderita, Wakil Rakyat Bergelimang Harta". Tuntutan utama mereka adalah pembatalan kenaikan tunjangan rumah bagi anggota DPR, yang dinilai sebagai pemborosan anggaran negara di tengah inflasi tinggi dan pengangguran yang meluas.
Menurut saksi mata di lokasi, aksi dimulai dengan orasi damai sekitar pukul 10 pagi. Koordinator demonstrasi, yang mewakili aliansi mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta, menyampaikan pidato yang menyoroti ketidakadilan sosial. "Kami tidak anti-pemerintahan, tapi kami menolak wakil rakyat yang lebih mementingkan kesejahteraan pribadi daripada rakyat jelata," ujar salah seorang orator, yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan. Pidato itu disambut sorak-sorai massa, dan selama dua jam pertama, situasi masih terkendali dengan pengawalan ketat dari polisi antihuru-hara.
Namun, ketegangan mulai memuncak menjelang siang hari ketika sekelompok demonstran mencoba mendekati pagar gedung DPR. Polisi yang berjaga langsung membentuk barikade untuk mencegah massa memasuki area terlarang. Saat itulah, bentrokan pertama terjadi. Beberapa demonstran melempar batu dan botol air ke arah petugas, yang dibalas dengan semprotan air dari mobil water cannon. Suasana semakin panas ketika api mulai menyala di salah satu sudut jalan: sebuah sepeda motor yang diduga milik salah seorang demonstran dibakar sebagai simbol kemarahan. Api cepat membesar, menimbulkan asap hitam pekat yang menyelimuti kawasan tersebut.
Dalam hitungan menit, kekacauan meluas. Massa berlarian sambil meneriakkan yel-yel, sementara polisi mengerahkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan. Bentrokan fisik tak terhindarkan; beberapa demonstran terlihat terjatuh akibat dorongan perisai polisi, sementara petugas keamanan juga mengalami luka ringan dari lemparan benda tumpul. "Saya melihat langsung bagaimana situasi berubah dari damai menjadi seperti medan perang," kata seorang wartawan lapangan yang berada di tengah kerumunan. "Asap dari pembakaran motor membuat visibilitas rendah, dan suara sirene ambulans bergema di mana-mana."
Dampak dari kerusuhan ini tidak hanya terbatas pada lokasi demo. Lalu lintas di Jalan Gatot Subroto dan sekitarnya lumpuh total selama lebih dari empat jam. Kendaraan terjebak dalam kemacetan panjang, memaksa pengemudi meninggalkan mobil mereka dan berjalan kaki. Beberapa rute bus TransJakarta terpaksa dialihkan, sementara layanan kereta komuter juga mengalami keterlambatan karena banyak penumpang yang terlambat tiba di stasiun. Warga yang tinggal di sekitar Senayan melaporkan gangguan aktivitas sehari-hari, termasuk penutupan sementara beberapa toko dan kantor karena alasan keamanan.
Latar belakang aksi ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi nasional yang sedang sulit. Di tengah pandemi yang belum sepenuhnya pulih dan gejolak harga bahan pokok, keputusan DPR untuk menaikkan tunjangan rumah anggotanya menuai kritik pedas dari berbagai kalangan. Para pakar ekonomi menilai bahwa kebijakan ini bisa memperburuk defisit anggaran negara, yang pada akhirnya membebani rakyat melalui pajak dan subsidi yang dipangkas. "Ini adalah manifestasi dari ketidakpercayaan publik terhadap lembaga negara," komentar seorang analis politik dari Universitas Indonesia, yang menekankan perlunya dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat untuk mencegah eskalasi serupa di masa depan.
Pihak kepolisian, melalui juru bicaranya, menyatakan bahwa mereka telah bertindak sesuai prosedur untuk menjaga ketertiban umum. "Kami menghormati hak berdemonstrasi, tapi ketika aksi berubah menjadi anarkis, kami harus melindungi fasilitas negara dan keselamatan warga," ujar Komisaris Besar Polisi yang bertanggung jawab atas pengamanan. Hingga malam hari, setidaknya 50 demonstran ditangkap karena diduga terlibat dalam kekerasan, sementara korban luka dari kedua belah pihak mencapai puluhan orang. Rumah sakit terdekat seperti RS Cipto Mangunkusumo melaporkan peningkatan pasien dengan luka memar dan iritasi mata akibat gas air mata.
Aksi kemarin ini bukan yang pertama kalinya DPR menjadi sasaran protes. Sejarah mencatat serangkaian demonstrasi serupa sejak era reformasi, di mana masyarakat menuntut akuntabilitas lebih tinggi dari wakil rakyat. Namun, skala kerusuhan kali ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pemerintah akan merespons tuntutan ini dengan langkah konkret, atau justru memperketat pengawasan atas aksi jalanan? Para pemimpin demonstrasi berjanji akan melanjutkan perjuangan mereka melalui jalur hukum dan dialog, asal pemerintah bersedia mendengar suara rakyat.
Sementara itu, warga Jakarta diharapkan tetap waspada terhadap potensi aksi lanjutan. Pemerintah daerah telah mengimbau masyarakat untuk menghindari kawasan Senayan hingga situasi benar-benar kondusif. Peristiwa ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa demokrasi memerlukan keseimbangan antara hak berekspresi dan tanggung jawab menjaga ketertiban bersama.
.webp)