Sahroni Ledakkan Bom Kontroversi: Desak Bubarkan DPR Disebut 'Mental Orang Tolol Sedunia'!
Semuanya bermula dari gelombang protes yang muncul belakangan ini. Sejumlah kelompok masyarakat sipil dan pengamat politik mendesak agar DPR dibubarkan, dengan alasan bahwa lembaga tersebut telah gagal menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Kritik ini mencuat setelah serangkaian isu kontroversial, seperti lambannya penanganan RUU yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, dugaan korupsi di kalangan anggota dewan, hingga ketidakefektifan dalam mengawasi pemerintah. "DPR sudah tidak relevan lagi, lebih baik dibubarkan dan diganti dengan sistem yang lebih baik," begitu kira-kira nada yang sering terdengar di berbagai forum diskusi online maupun aksi demonstrasi kecil-kecilan di depan gedung parlemen.
Sahroni, yang dikenal dengan gaya bicaranya yang blak-blakan dan sering kali provokatif, tak tinggal diam. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan wartawan di ruang kerjanya di Kompleks Parlemen Senayan, dia melontarkan balasan yang langsung viral. "Desak bubarkan DPR? Itu mental orang tolol sedunia! Mereka yang bicara begitu pasti nggak paham betapa rumitnya kerja kami di sini. Kami bukan duduk-duduk santai, tapi berjuang untuk rakyat setiap hari," tegas Sahroni sambil menekankan nada suaranya. Pernyataan ini segera menyebar seperti api di jerami, dengan ribuan retweet dan komentar yang membanjiri akun media sosialnya.
Bagi yang mengenal Sahroni, gaya seperti ini bukan hal baru. Pria kelahiran Jakarta yang juga dikenal sebagai pengusaha sukses di bidang transportasi ini sering kali tampil sebagai sosok yang tak takut konfrontasi. Sebelumnya, dia pernah terlibat dalam perdebatan sengit soal isu hukum dan keamanan, di mana dia tak ragu menantang lawan bicaranya secara terbuka. Namun, kali ini, responsnya terhadap desakan pembubaran DPR terasa lebih personal. "Saya paham ada kekecewaan, tapi jangan asal tuding. DPR ini rumah rakyat, dan kami anggotanya dipilih oleh rakyat juga. Kalau mau kritik, silakan, tapi jangan sampai menghancurkan institusi," lanjutnya, mencoba meredam nada emosional dengan argumen yang lebih rasional.
Latar belakang kontroversi ini tak lepas dari kondisi politik nasional yang sedang bergolak. Sejak awal tahun ini, DPR menghadapi tekanan besar dari publik atas berbagai kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat. Misalnya, penundaan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah lama ditunggu, atau perdebatan panjang soal anggaran negara yang dinilai boros. Aktivis seperti dari Aliansi Masyarakat Sipil bahkan menggelar petisi online yang sudah mengumpulkan puluhan ribu tanda tangan, menuntut reformasi total atau bahkan pembubaran sementara DPR hingga pemilu berikutnya.
Di sisi lain, pendukung Sahroni berpendapat bahwa pernyataannya justru mencerminkan keberanian seorang wakil rakyat yang tak mau lembaganya diinjak-injak. "Sahroni benar, kritik harus konstruktif, bukan destruktif," kata seorang netizen di Twitter, yang mendapat dukungan dari ratusan like. Namun, tak sedikit yang mengecamnya sebagai arogan. "Mental tolol? Itu malah nunjukin sikap elit yang nggak mau dikritik," balas seorang aktivis hak asasi manusia dalam postingannya yang juga ramai dibagikan.
Perdebatan ini tak hanya berhenti di ranah digital. Beberapa pengamat politik ikut angkat bicara. Seorang analis dari Pusat Studi Politik Universitas Indonesia mengatakan bahwa seruan pembubaran DPR sebenarnya adalah bentuk frustrasi masyarakat terhadap sistem demokrasi yang ada. "Ini bukan soal bubar atau tidak, tapi bagaimana DPR bisa lebih akuntabel. Pernyataan Sahroni mungkin terlalu emosional, tapi itu menggambarkan betapa defensifnya para politisi saat ini," ujarnya dalam sebuah diskusi televisi.
Sementara itu, reaksi dari internal DPR sendiri beragam. Beberapa rekannya dari fraksi lain memilih diam, tapi ada yang secara terbuka mendukung Sahroni. "Kami setuju, kritik boleh, tapi jangan sampai merusak fondasi demokrasi," kata seorang anggota DPR dari partai koalisi. Di luar itu, oposisi justru melihat kesempatan untuk menyerang. "Ini bukti DPR butuh reformasi mendalam," respons seorang juru bicara partai oposisi.
Kontroversi ini kemungkinan besar akan terus bergulir, terutama dengan mendekatnya sidang paripurna akhir tahun. Apakah seruan pembubaran DPR akan semakin kuat, atau justru meredup setelah respons Sahroni? Yang jelas, pernyataan "mental orang tolol sedunia" ini telah menambah bumbu pedas dalam dinamika politik Indonesia. Bagi masyarakat, ini menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan hanya soal hak bicara, tapi juga tanggung jawab dalam menyampaikannya.
Sahroni sendiri tampaknya tak gentar. Dalam postingan terbarunya di Instagram, dia menulis: "Saya bicara apa adanya, untuk rakyat. Mari kita bangun negeri ini bersama, bukan saling hancurkan." Pesan itu, meski sederhana, mungkin bisa menjadi jembatan untuk dialog yang lebih sehat di tengah panasnya perdebatan. Yang pasti, politik Indonesia tak pernah kehabisan cerita menarik seperti ini
