Tragedi Gaza: 20 Tewas Saat Truk Bantuan Terbalik di Kerumunan Warga
Insiden dimulai sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Truk itu melaju dari perbatasan utara, membawa tepung, beras, dan minyak dari organisasi bantuan internasional. Sopirnya, seorang pria Gaza berusia 40 tahun bernama Mohammed Abu Salem, berusaha menghindari lubang besar di jalan. Tapi ban truk tergelincir di permukaan berpasir. Truk miring ke kanan, menabrak kerumunan, dan terguling sepenuhnya. Beban berat menimpa orang-orang di bawahnya.
Ahmad Khalil, saksi mata berusia 35 tahun, berada di lokasi untuk mengambil jatah keluarganya. Ia menggambarkan kekacauan itu. "Semua orang berlari mendekat saat truk datang. Kami sudah berhari-hari tanpa makan layak. Tapi tiba-tiba suara gemuruh, dan tubuh-tubuh terlempar. Saya lihat saudara saya tertimpa kotak-kotak makanan. Darah di mana-mana," ceritanya sambil menahan tangis. Khalil lolos dengan luka ringan di kaki, tapi kehilangan saudaranya yang berusia 28 tahun, ayah dari dua anak kecil.
Tim medis dari Rumah Sakit Al-Shifa segera tiba di tempat kejadian. Mereka bekerja di bawah tekanan tinggi, mengangkat puing dengan tangan kosong karena kurangnya alat berat. Dokter Fatima Al-Mansour, kepala unit darurat, menjelaskan situasi sulit. "Kami terima 35 korban dalam waktu satu jam. Banyak patah tulang, luka dalam, dan trauma kepala. Anak-anak dan perempuan mendominasi daftar korban karena mereka sering antre bantuan. Kami kekurangan obat penghilang rasa sakit dan perban. Ini bukan pertama kali, tapi tetap menyakitkan," katanya.
Evakuasi berlangsung hingga sore. Petugas menggunakan tali dan dongkrak darurat untuk angkat truk. Beberapa jenazah masih terjebak di bawahnya. Keluarga korban berkumpul di sekitar, menangis dan berdoa. Seorang ibu tua, Umm Hassan, kehilangan putrinya yang berusia 12 tahun. "Dia bilang mau ambil roti untuk adiknya. Sekarang dia pergi selamanya. Bagaimana kami bertahan tanpa makanan dan tanpa anak kami?" tanyanya pilu.
Tragedi ini bukan kejadian terisolasi. Gaza menghadapi krisis kemanusiaan parah sejak konflik Israel-Palestina memanas lagi tahun lalu. Blokade ketat membatasi masuknya bantuan. Jalan-jalan rusak parah akibat serangan udara dan artileri. Menurut pejabat kesehatan Gaza, lebih dari 60 persen penduduk mengalami kelaparan akut. Anak-anak kurus kering, orang dewasa lemah karena kekurangan gizi. Bantuan datang sporadis, sering melalui truk seperti ini, tapi distribusi berisiko tinggi.
Organisasi bantuan seperti Palang Merah Internasional dan PBB langsung merespons. Mereka kirim tim tambahan untuk bantu evakuasi dan distribusi ulang. Juru bicara Palang Merah, yang tak mau disebut nama, tekankan urgensi. "Kami butuh koridor aman untuk truk-truk ini. Jalan harus diperbaiki, dan akses dibuka lebar. Jika tidak, tragedi seperti ini akan berulang. Nyawa warga Gaza tergantung pada bantuan ini."
Pemerintah Palestina di Gaza tuntut penyelidikan mendalam. Mereka salahkan kondisi infrastruktur yang hancur. "Ini akibat blokade dan serangan berulang. Kami ajak komunitas internasional turun tangan," kata juru bicara pemerintah, Hassan Qasim. Di sisi lain, otoritas Israel belum beri komentar resmi. Mereka sering klaim blokade demi keamanan, tapi warga Gaza rasakan dampaknya setiap hari.
Dampak tragedi ini meluas. Ekonomi Gaza lumpuh total. Pasar tutup, pekerjaan hilang, dan keluarga bergantung sepenuhnya pada bantuan. Psikolog setempat catat lonjakan kasus trauma. Anak-anak takut keluar rumah, orang dewasa depresi karena kehilangan. Komunitas lokal bentuk kelompok dukungan, bagikan cerita dan makanan sisa.
Warga Gaza tetap bertahan. Di kamp pengungsi dekat lokasi, orang-orang kumpul malam itu untuk doa bersama. Mereka bagi roti yang tersisa dari truk. "Kami tak punya pilihan selain maju. Tapi dunia harus lihat penderitaan kami," kata seorang pemuda bernama Rami, yang selamat dari insiden.
Tragedi ini jadi panggilan bagi dunia. Konflik tak hanya ambil nyawa di medan perang, tapi juga di jalan sehari-hari. Penduduk Gaza butuh perdamaian, akses bebas, dan bantuan tanpa risiko. Sampai itu terwujud, cerita duka seperti ini terus bergaung.
