PBB Sahkan Resolusi Palestina Merdeka: 142 Negara Dukung, Israel dan AS Tolak Keras!
Resolusi tersebut disahkan pada sidang khusus Majelis Umum PBB di New York. Palestina mengajukannya setelah bertahun-tahun negosiasi gagal. Dokumen ini menegaskan hak Palestina untuk mendirikan negara berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Batas wilayahnya mengikuti garis hijau sebelum 1967. PBB juga menyerukan Israel untuk menghentikan perluasan pemukiman di Tepi Barat. Langkah ini bertujuan mendorong perdamaian dua negara yang telah lama diimpikan dunia internasional.
Palestina menyambut baik keputusan ini. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebutnya sebagai "titik balik sejarah". Ia berjanji untuk membangun negara yang damai dan inklusif. Abbas menekankan bahwa resolusi ini memberikan legitimasi internasional bagi perjuangan rakyatnya. "Kami siap bekerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan visi ini," katanya dalam pidato pasca-pemungutan suara. Ribuan warga Palestina di Ramallah dan Gaza merayakan kabar ini dengan demonstrasi damai. Bendera Palestina berkibar di seluruh wilayah otonomi mereka.
Di sisi lain, Israel bereaksi keras. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut resolusi itu "aneh dan tidak berdasar". Ia menuduh PBB memihak satu sisi dan mengabaikan keamanan Israel. Netanyahu menyatakan bahwa Israel tidak akan mengakui negara Palestina tanpa kesepakatan bilateral. "Kami tidak akan mundur dari hak kami atas tanah ini," tegasnya. Pemerintah Israel juga mengancam akan memperkuat posisinya di Tepi Barat sebagai respons. Militer Israel meningkatkan patroli di perbatasan untuk mencegah eskalasi.
Amerika Serikat, sekutu dekat Israel, juga menolak resolusi tersebut. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyatakan bahwa Washington lebih mendukung negosiasi langsung antara kedua pihak. "Resolusi ini merusak proses perdamaian," ujarnya. AS menekankan komitmennya terhadap keamanan Israel. Keputusan ini menimbulkan ketegangan dengan sekutu Eropa dan negara-negara Arab yang mendukung Palestina. Beberapa analis melihat penolakan AS sebagai upaya mempertahankan pengaruhnya di Timur Tengah.
Latar belakang konflik ini panjang dan rumit. Sejak akhir Perang Dunia II, wilayah Palestina menjadi pusat sengketa antara Yahudi dan Arab. Pada 1947, PBB mengusulkan pembagian wilayah menjadi dua negara. Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1948, tapi Palestina tidak. Sejak itu, perang dan intifada berulang kali meletus. Oslo Accords pada 1993 sempat membawa harapan, tapi gagal karena isu pemukiman dan pengungsi. Resolusi terbaru ini muncul setelah serangan Hamas pada Oktober 2023 yang memicu perang Gaza. Ribuan nyawa melayang, dan jutaan orang mengungsi. Tekanan internasional mendorong PBB bertindak.
Dukungan 142 negara mencerminkan pergeseran opini global. Negara-negara Eropa seperti Prancis, Spanyol, dan Irlandia memimpin suara pro-Palestina. Mereka sudah mengakui Palestina sebagai negara sebelumnya. Negara-negara Afrika dan Asia, termasuk Indonesia, China, dan India, juga bergabung. Indonesia, sebagai ketua OKI, menyambut resolusi ini sebagai langkah adil. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan bahwa Jakarta akan terus mendukung hak Palestina. Di sisi lain, negara-negara seperti Jerman dan Inggris memilih abstain karena ikatan historis dengan Israel.
Implikasi resolusi ini luas. Pertama, ia memperkuat posisi Palestina di forum internasional. Palestina bisa bergabung lebih aktif di PBB dan organisasi lain. Kedua, tekanan ekonomi mungkin muncul. Beberapa negara pro-Palestina berencana memberlakukan sanksi terhadap pemukiman Israel. Ketiga, proses implementasi sulit. Israel mengontrol sebagian besar wilayah, dan AS bisa memveto di Dewan Keamanan PBB. Namun, para pakar optimis bahwa resolusi ini membuka pintu negosiasi baru.
Bagi masyarakat global, keputusan ini mengingatkan pentingnya diplomasi. Konflik Israel-Palestina memengaruhi stabilitas dunia, termasuk harga minyak dan migrasi. Negara-negara Muslim melihatnya sebagai kemenangan hak asasi manusia. Sementara itu, komunitas Yahudi di luar Israel khawatir akan isolasi. Para pemimpin dunia kini menghadapi tantangan mewujudkan resolusi ini di lapangan.
PBB berharap resolusi ini memicu dialog segar. Sekretaris Jenderal Antonio Guterres memuji dukungan mayoritas. "Ini saatnya untuk perdamaian abadi," katanya. Namun, jalan menuju negara Palestina merdeka masih panjang. Dunia menanti langkah selanjutnya dari para pemimpin di Yerusalem, Ramallah, dan Washington.
