Tragedi Maut di Lereng Bromo: 8 Karyawan RS Tewas Rem Blong Bus, Termasuk Satu Keluarga Utuh!
Kejadian nahas ini terjadi sekitar pukul 07.30 WIB di Jalan Raya Tongas-Tosari, tepat di lereng timur Gunung Bromo. Bus berwarna biru milik perusahaan pariwisata lokal itu sedang membawa 25 karyawan RSUD Probolinggo untuk liburan akhir pekan. Rencananya, mereka akan menikmati panorama indah Bromo sebelum melanjutkan ke spot wisata lain. Namun, mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk ketika bus kehilangan kendali di tanjakan curam.
Menurut saksi mata yang berada di lokasi, bus tiba-tiba melaju kencang tanpa bisa dihentikan sopirnya. "Saya lihat bus itu zig-zag, seperti sopir berusaha mengerem tapi gagal. Lalu, langsung oleng ke pinggir jalan dan jatuh ke jurang sekitar 50 meter," cerita Budi Santoso, seorang pedagang asongan di pinggir jalan. Suara rem mendesis dan jeritan para penumpang terdengar samar sebelum bus menghantam bebatuan di dasar lembah. Tim SAR gabungan segera dikerahkan, tapi upaya penyelamatan terhambat oleh medan yang terjal dan kabut pagi yang pekat.
Kronologi Lengkap Kecelakaan Bus di Bromo yang Menewaskan 8 Orang
Rombongan karyawan RSUD Probolinggo berangkat dari Probolinggo City sekitar pukul 05.00 WIB. Mereka adalah tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan staf administrasi yang baru saja menyelesaikan shift panjang selama masa pandemi pasca. Bus tersebut disewa secara khusus untuk outing tahunan, dengan rute yang melewati jalan-jalan pegunungan yang dikenal licin saat musim hujan seperti sekarang.
Saat memasuki lereng Bromo, sopir bus, yang berpengalaman lebih dari 10 tahun, mulai merasakan ada yang tidak beres dengan rem. "Sopir sempat berteriak minta tolong ke penumpang belakang untuk bantu dorong rem tangan, tapi terlambat," ungkap seorang korban selamat, Siti Nurhaliza, perawat berusia 32 tahun. Bus yang melaju di kecepatan sekitar 60 km/jam itu tak mampu menahan laju di tikungan tajam. Akhirnya, kendaraan itu menabrak pembatas jalan yang rapuh sebelum terperosok ke jurang.
Petugas gabungan dari Polres Probolinggo, Basarnas, dan relawan lokal tiba di TKP pukul 08.15 WIB. Proses evakuasi berlangsung selama enam jam karena akses jalan sempit dan cuaca buruk. Delapan korban ditemukan meninggal dunia di tempat kejadian, sementara 17 lainnya mengalami luka-luka ringan hingga berat. Mereka dievakuasi ke RSUD Probolinggo terdekat untuk perawatan intensif.
Korban yang Tewas: Kisah Keluarga Utuh yang Hilang dalam Sekejap
Di antara korban tewas, yang paling menyayat hati adalah satu keluarga lengkap dari keluarga dr. Ahmad Fauzi, seorang dokter spesialis anak di RSUD Probolinggo. Keluarga ini terdiri dari dr. Ahmad (45 tahun), istrinya Rina (42 tahun, perawat senior), dan dua anak mereka, Maya (12 tahun) dan Riko (9 tahun). Mereka ikut dalam perjalanan ini sebagai bentuk rekreasi keluarga setelah lelahnya tugas medis selama bertahun-tahun.
"Keluarga ini selalu jadi teladan di rumah sakit. Dokter Ahmad sering lembur untuk pasien anak-anak miskin, dan Rina selalu siap sedia di ruang gawat darurat. Anak-anak mereka juga pintar dan ramah," kenang Kepala RSUD Probolinggo, dr. Hadi Wibowo, saat ditemui di lokasi kejadian. Selain keluarga Fauzi, korban lainnya termasuk tiga perawat (Lina Sari, 28; Budi Hartono, 35; dan Sari Dewi, 40), dua staf administrasi (Agus Setiawan, 38; dan Wulan Sari, 29), serta satu dokter umum (dr. Rahman, 50).
Kisah keluarga utuh yang tewas ini menjadi simbol tragedi yang lebih dalam. Banyak rekan kerja yang menangis tersedu saat identifikasi jenazah. "Ini bukan hanya kehilangan rekan kerja, tapi juga sahabat dan keluarga kedua," ujar Siti Nurhaliza, yang selamat tapi kehilangan sahabat dekatnya, Lina Sari.
Dugaan Penyebab: Rem Blong di Jalan Berbahaya Lereng Bromo
Pihak kepolisian masih menyelidiki penyebab pasti kecelakaan ini, tapi dugaan utama mengarah pada kegagalan sistem rem bus. Bus tersebut berusia sekitar 10 tahun dan baru saja lolos uji kelayakan enam bulan lalu. Namun, kondisi jalan di lereng Bromo yang rusak parah akibat longsor musiman kemungkinan memperburuk situasi. Jalan Raya Tongas-Tosari dikenal sebagai salah satu rute paling berbahaya di kawasan wisata Bromo, dengan tanjakan curam dan bebatuan licin.
"Ahli forensik lalu lintas kami menduga rem blong karena keausan kampas rem yang tidak terdeteksi selama perawatan rutin. Ditambah beban bus yang penuh dan kecepatan di tanjakan, ini jadi resep bencana," jelas Kapolres Probolinggo, AKBP Joko Widodo, dalam konferensi pers siang ini. Pemeriksaan awal juga menemukan bahwa pembatas jalan di lokasi kecelakaan hanya terbuat dari beton sederhana, tidak cukup kuat untuk menahan bus berbobot 10 ton.
Kecelakaan bus di Bromo September 2025 ini bukan yang pertama. Beberapa tahun lalu, insiden serupa pernah menewaskan wisatawan asing di rute yang sama. Para aktivis lingkungan menyerukan perbaikan infrastruktur segera, mengingat Bromo sebagai destinasi wisata utama yang dikunjungi jutaan orang setiap tahun.
Respons Cepat dari Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah daerah merespons dengan sigap. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyatakan duka cita mendalam dan menginstruksikan pembentukan tim investigasi independen. "Kami akan pastikan semua aspek dicek, mulai dari kelengkapan bus hingga kondisi jalan. Korban akan mendapat santunan penuh dari BPJS dan pemerintah provinsi," katanya melalui video statement.
Rumah sakit pusat di Surabaya juga mengirim tim medis tambahan untuk menangani korban luka. Sementara itu, masyarakat lokal di lereng Bromo menggelar doa bersama di Masjid Agung Tosari sore ini. Ribuan warga bergabung, membawa karangan bunga dan makanan untuk keluarga korban.
Perusahaan bus penyewa juga mengeluarkan pernyataan permintaan maaf. "Kami bertanggung jawab penuh dan akan bekerja sama dengan penyelidikan. Keselamatan penumpang adalah prioritas utama," ujar direktur utama perusahaan, tanpa menyebutkan nama untuk menghindari spekulasi.
Dampak Jangka Panjang: Pelajaran dari Kecelakaan Bromo Terbaru
Tragedi ini tidak hanya meninggalkan luka bagi keluarga korban, tapi juga memicu diskusi nasional tentang keselamatan transportasi di kawasan wisata. RSUD Probolinggo, yang sudah kekurangan tenaga medis, kini harus menghadapi kekosongan delapan posisi kunci. "Kami akan rekrut pengganti secepatnya, tapi pengalaman mereka tak tergantikan," tambah dr. Hadi.
Bagi wisatawan yang berencana ke Bromo, otoritas setempat menyarankan memeriksa kondisi kendaraan dan menghindari perjalanan pagi hari saat kabut tebal. Kecelakaan rem blong bus seperti ini bisa dicegah dengan perawatan rutin dan infrastruktur yang lebih baik.
Sementara penyelidikan berlanjut, masyarakat berharap insiden kecelakaan bus di Bromo September 2025 ini menjadi titik balik untuk perubahan. Doa terbaik untuk keluarga korban, semoga mereka menemukan ketenangan di sisi Yang Maha Kuasa. Update terbaru akan kami pantau dan laporkan secepatnya.
