Xi Jinping Gelar Parade Militer Raksasa di Beijing, Putin dan Kim Jong Un Hadir: Aliansi Anti-Barat yang Mengguncang Dunia!
Parade ini, yang diberi nama "Perayaan Kekuatan Persatuan", dimulai tepat pukul 10 pagi waktu setempat. Ribuan penonton, termasuk diplomat asing dan warga Beijing yang antusias, menyaksikan formasi pesawat tempur canggih seperti J-20 melintas di atas langit, diikuti oleh peluncuran rudal balistik antarbenua DF-41 yang menjadi andalan militer China. Xi Jinping, berdiri di podium utama dengan seragam militer khas, menyampaikan pidato yang penuh semangat. "Kita bukan lagi negara yang bisa diintimidasi," katanya, sambil menekankan pentingnya kemandirian teknologi dan pertahanan nasional. Pidato itu disambut tepuk tangan meriah, tapi bagi pengamat internasional, ini lebih dari sekadar retorika—ini adalah deklarasi perang dingin baru.
Yang membuat parade ini begitu mencengangkan adalah kehadiran dua tamu kehormatan: Putin dan Kim. Putin, yang tiba dengan pesawat pribadi kemarin malam, terlihat berjabat tangan hangat dengan Xi sebelum acara dimulai. Ini bukan kunjungan biasa; keduanya telah bertemu berkali-kali dalam setahun terakhir, membahas kerjasama militer dan ekonomi di tengah sanksi Barat terhadap Rusia akibat konflik Ukraina. Sementara itu, Kim Jong Un, yang jarang bepergian ke luar negeri, datang dengan kereta lapis baja khasnya. Kehadirannya menandai langkah berani Pyongyang untuk keluar dari isolasi, dan rumor beredar bahwa Korea Utara telah menyuplai amunisi ke Rusia sebagai bagian dari kesepakatan rahasia.
Bagi banyak analis, parade ini adalah manifestasi dari "aliansi anti-Barat" yang semakin menguat. Sejak perang di Ukraina meletus pada 2022, hubungan antara ketiga negara ini semakin erat. China, sebagai mitra ekonomi utama Rusia, telah meningkatkan impor minyak dan gas dari Moskow, sementara Rusia mendukung posisi China di Laut China Selatan. Korea Utara, di sisi lain, mendapat bantuan teknologi dari keduanya, termasuk dalam pengembangan rudal hipersonik. "Ini seperti trio yang saling melengkapi," kata seorang pakar hubungan internasional dari Universitas Peking, yang meminta namanya dirahasiakan. "China punya ekonomi raksasa, Rusia punya pengalaman militer, dan Korea Utara punya keberanian yang tak tergoyahkan."
Acara parade berlangsung selama hampir tiga jam, dengan berbagai demonstrasi yang memukau. Divisi infanteri elit menampilkan latihan tempur simulasi, lengkap dengan drone swarming yang bisa menyerang target secara otonom. Ada juga parade kendaraan lapis baja terbaru, termasuk tank Type 99A yang telah dimodernisasi dengan sistem AI. Di bagian akhir, ketiga pemimpin naik ke panggung bersama, melambai ke arah massa sambil lagu kebangsaan China bergema. Gambar ini langsung menjadi viral di media sosial global, dengan hashtag #BeijingParade mendominasi trending topic.
Tapi di balik kemegahan, ada kekhawatiran yang menyelimuti dunia. Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa langsung bereaksi. Gedung Putih menyebut parade ini sebagai "provokasi yang tidak perlu", sementara NATO mengumumkan peningkatan latihan militer di Asia-Pasifik. "Aliansi ini bisa mengubah keseimbangan kekuatan global," ujar seorang diplomat Barat di Beijing. Bagi negara-negara tetangga seperti Jepang dan Korea Selatan, ini adalah alarm bahaya, mengingat ketegangan di Semenanjung Korea dan Taiwan yang semakin memanas.
Xi Jinping, yang telah memimpin China sejak 2013, tampaknya menggunakan parade ini untuk memperkuat posisinya di dalam negeri. Di tengah tantangan ekonomi pasca-pandemi, seperti perlambatan pertumbuhan dan pengangguran pemuda, acara seperti ini bisa membangkitkan nasionalisme. "Rakyat China bangga dengan kemajuan militer kita," kata seorang warga Beijing yang hadir di acara tersebut. "Ini menunjukkan kita tidak takut pada siapa pun."
Sementara itu, Putin memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan bahwa Rusia tidak sendirian. Dengan sanksi Barat yang semakin ketat, aliansi dengan China dan Korea Utara menjadi penyelamat. Kim Jong Un, yang sering digambarkan sebagai pemimpin misterius, terlihat lebih percaya diri. Kunjungannya ke Beijing ini adalah yang pertama sejak 2019, dan diyakini membuka pintu untuk kerjasama lebih dalam, termasuk transfer teknologi nuklir.
Parade ini bukan akhir, tapi awal dari babak baru dalam geopolitik dunia. Apakah aliansi ini akan membawa perdamaian atau konflik baru? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, dunia hari ini terasa lebih terpecah, dengan Beijing sebagai pusat gravitasi baru bagi mereka yang menentang tatanan Barat. Pembaca, pantau terus perkembangan ini—karena apa yang terjadi di Tiananmen hari ini bisa memengaruhi masa depan kita semua.
.webp)