Rahasia Gunung Berapi 'Tertidur' Terbongkar: Penemuan Ilmuwan yang Bisa Cegah Ledakan Dahsyat Selanjutnya!
Dalam studi terbaru yang melibatkan teknologi pemindaian 4D terkini dan analisis isotop ultra-presisi, tim ilmuwan menemukan bahwa ratusan gunung berapi super (supervolcano) dan gunung berapi stratovolcano di seluruh dunia tidak benar-benar “mati”. Mereka hanya berada dalam fase “pendinginan sementara” yang sangat panjang, bahkan hingga 100.000 tahun. Yang lebih mengejutkan? Di dalam kantong magma mereka, proses kristalisasi sedang berlangsung dengan pola yang sama sekali baru.
“Selama ini kita mengira magma yang mendingin akan langsung menjadi batuan padat. Ternyata tidak,” ungkap Dr. Marina Hutapea, ahli vulkanologi Indonesia yang turut serta dalam riset ini, saat dihubungi secara eksklusif oleh redaksi kami, Jumat (22/11/2025).
Menurut Marina, magma di gunung-gunung berapi “tertidur” ini membentuk apa yang disebut sebagai “jaringan kristal mengambang” yang bertindak seperti spons raksasa. Jaringan ini mampu menahan gas vulkanik dalam jumlah sangat besar tanpa menimbulkan tekanan yang terdeteksi di permukaan. Akibatnya, alat pemantauan konvensional seperti seismograf dan sensor gas selalu menunjukkan angka “aman”.
“Ini ibarat bom waktu yang tidak berdetak. Kita tidak mendengar apa-apa, tapi ledakannya bisa 1.000 kali lebih dashyat dari letusan biasa kalau suatu saat spons itu jebol,” tambahnya dengan nada serius.
Mengapa Ini Berbahaya Banget Buat Indonesia?
Indonesia berada di atas 127 gunung berapi aktif dan puluhan lainnya yang selama ini diklasifikasikan “tidur”. Beberapa kandidat yang masuk dalam daftar pengamatan ketat adalah:
- Gunung Toba (Sumatera Utara) – pernah meletus 74.000 tahun lalu, hampir memusnahkan umat manusia
- Gunung Tambora (NTB) – letusan 1815 menyebabkan “tahun tanpa musim panas” di belahan bumi utara
- Gunung Samalas (Lombok) – letusan 1257 mengubah iklim dunia selama bertahun-tahun
Yang bikin bulu kuduk berdiri, ketiga gunung ini ternyata menunjukkan pola kristal mengambang yang sama persis dengan yang ditemukan di Yellowstone, Amerika Serikat, dan Taupo, Selandia Baru.
Harapan Baru: Bisa Diprediksi, Bisa Dicegah?
Kabari baiknya, penemuan ini bukan cuma bikin panik. Ilmuwan sudah menemukan “tanda tangan kimia” khusus yang muncul 8–15 tahun sebelum spons kristal mulai retak. Dengan memasang sensor isotop baru yang jauh lebih sensitif, kita bisa mendeteksi perubahan ini jauh hari.
“Sekarang tugas kita bukan lagi bertanya ‘kapan meletus’, tapi ‘bagaimana cara kita membuang gasnya pelan-pelan sebelum tekanan terlalu besar’,” kata Prof. James Kilauea dari Universitas Hawaii yang memimpin riset ini.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Geologi dan BNPB dikabarkan sudah menggelar rapat darurat pekan ini. Rencananya, 12 gunung berapi prioritas akan dipasangi jaringan sensor generasi terbaru mulai tahun depan.
Pesan Penutup dari Para Ahli
“Gunung berapi tidak pernah bohong. Yang salah adalah cara kita membaca tanda-tandanya selama ini,” tutup Marina Hutapea.
Kita mungkin tidak bisa menghentikan gunung berapi untuk selamanya. Tapi untuk pertama kalinya dalam sejarah, manusia punya kesempatan nyata untuk “membujuk” gunung berapi agar tidak marah besar.
Jangan sampai kita melewatkan kesempatan ini. Karena letusan berikutnya, bisa jadi, adalah yang menentukan nasib peradaban kita.

